MELINDUNGI BUDAYA LOKAL
BATU – Kehadiran Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun di
Kota Batu Senin, 26 Oktober 2015 malam membawa atmosfer tersendiri di
kota wisata tersebut. Budayawan sekaligus intelektual muslim asal
Jombang ini selalu menyajikan guyonan-guyonan segar, ringan, khas yang
sarat akan pengetahuan dan wawasan di setiap “pengajiannya”. Cak Nun dan
Kiai Kanjeng hadir di Lapangan Gelora Arjuno Bumiaji, Kota Batu untuk
membangun kebersamaan dengan masyarakat khususnya Kota Batu.
“Ngaji atau sinau bareng ini artinya kita bersama-sama mencari dan
membangun aji (martabat) kita sebagai manusia. Pemimpin bangsa, atau
misalnya walikota punya Aji lebih tinggi dibanding rakyatnya apabila Ia
menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyatnya. Sebab walikota punya
akses dan tanggung jawab yang lebih besar dibanding rakyat.” kata Cak
Nun.
Kegiatan yang bertajuk Sinau Bareng Cak Nun dan Pagelaran Kiai
Kanjeng Gamelan Orkestra ke 36 ini digelar sebagai bagian dari puncak
acara bersih dan selamatan Desa Bumiaji sekaligus merayakan HUT Kota
Batu ke 14. Hadir dalam kegiatan tersebut Walikota Batu Eddy Rumpoko
sekalian, ketua DPRD Cahyo Edi Purnomo, Dandim 0818, Danlanud
Abdurrahman Saleh, serta jajaran Forkompinda. Diawali dengan pemotongan
tumpeng oleh Camat Bumiaji Aris dan Cak Nun didampingi Wali Kota sebagai
bentuk rasa syukur atas karunia yang dilimpahkan pada desa tersebut.
Untuk hajat Desa Bumiaji Cak Nun mengajak masyarakat serta segenap
tokoh masyarakat menyanyikan lagu syukur karya Habib Muntohar serta doa
untuk keberlangsungan Kota Batu.
“Semua ingin hidup tentram damai sejahtera. Syaratnya dalam kehidupan
selalu mengeluarkan energi positif yang baik. Tidak iri ataupun saling
membenci, bahkan menyakiti. Melalui “ngaji” ini semoga diri kita dan
keluarga dibersihkan dari dosa-dosa perilaku yang menyakitkan. Serta
berguna bagi Kota Batu dan negara,” kata Eddy Rumpoko (ER) dalam
sambutannya.
Suasana hangat, akrab, dan kedekatan diri Cak Nun pada masyarakat
membawa kehangatan di tengah hawa dingin Kota Batu malam itu. Ia
memberikan pengertian ajaran agama Islam secara sederhana, lugas, dan
mudah diterima oleh kalangan manapun.
“Pada dasarnya Islam datang untuk membawa kebahagiaan. Ibadah,
sholat, shodaqoh hendaknya dilakukan dengan bahagia. Hidup itu untuk
dinikmati. Melarat yo kudu dinikmati,” kata Cak Nun dengan logat Jawanya
yang kental.
Ia juga menambahkan bahwa sembahyang tidak saklek diartikan sebagai
sholat 5 waktu tapi sembahyang artinya sujud pasrah ikhlas kepada Allah.
Ia menekankan pada pentingnya Ridho dan Ikhlas kepada Allah.
“Tidak masalah terlambat sholat berjamaah yang penting niat dan
iklhas dalam menjalankan sholat itu yang lebih penting. Jangan minta
terus, berkonsentrasilah untuk memberi,” tambahnya.
Jiwa nasionalis dalam diri Cak Nun juga selalu mengiringi pengajian
tersebut. Melalui gamelan Kiai Kanjeng melantunkan lagu wajib nasional
Indonesia Raya. Cak Nun menjelaskan bahwa lagu ciptaan W. R. Supratman
tersebut terdiri dari 3 stanza. Indonesia tanah airku tanah tumpah
darahku. Indonesia tanah yang suci tanah kita yang sakti, Indonesia
tanah yang mulya tanah kita yang kaya.
“Untuk para guru hal-hal seperti ini mbok ya diajarkan kepada
murid-muridnya. Mereka banyak yang ndak tau kalau lagu Indonesia Raya
terdiri dari 3 stanza. Nah nanti diajarkan, cek ne eruh,” katanya masih
dalam logat jawa.
Sebagai seorang budayawan Cak Nun juga mewanti-wanti Kota Batu agar
tidak kehilangan budayanya meski sudah tumbuh pesat sebagai Kota
Pariwisata. Melalui pernyataannya ER juga menegaskan bahwa Kota Batu
memiliki keanekaragaman budaya seperti Bantengan, reog, sego jagung,
arsitek rumah jawa. Sehingga jangan sampai warga Batu kehilangan
kepribadian, keguyuban, dan kegotong-royongan.
Acara sinau bareng tersebut berlangsung dengan khidmad meski
seringkali diiringi dengan gelak tawa masyarakat. Pengajian khas ala Cak
Nun yang sarat wawasan kebangsaan, nasionalisme, psikologi, budaya,
hingga spiritual itu berakhir dini hari. (luh/rev) (http://www.malangpagi.com)
JAGA ALAM KOTA BATU
Budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun menyambut positif
kepemimpinan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko karena sukses mengembangkan
obyek wisata di Kota Batu. Tapi di sisi lain, Cak Nun juga berpesan agar
lingkungan dan budaya lokal tetap diperhatikan.
Hal itu disampaikan Cak Nun saat Sinau Bareng bersama ribuan warga
Malang Raya di lapangan Gelora Ajurno, Dusun Banaran, Desa Bumiaji,
Senin (26/10) kemarin malam. Sinau Bareng adalah sebutan pengajian Cak
Nun bersama warga Malang Raya.
Cak Nun memaparkan, alam yang hijau menjadi berkah bagi warga Kota
Batu, sehingga harus senantiasa dijaga. Cak Nun mengajak warga Kota Batu
untuk menanam tanaman pangan. Seperti sayuran hingga buah-buahan.
Menurutnya, lahan pertanian di Kota Batu cocok untuk tanaman pangan.
Sebab, Kota Batu tidak pernah kekeringan, sehingga bisa menyediakan
pangan bagi warga Kota Batu. ”Ayo bersama-sama membangun Aji atau
martabat sebagai manusia,” kata Cak Nun di hadapan ribuan jamaahnya. (http://radarmalang.co.id)
CAK NUN: PUJI NAMA DESA BUMIAJI
Emha Ainun Nadjib atau akrab sapa Cak Nun, mengatakan jika nama Desa "Bumiaji" merupakan nama desa yang paling bagus di Indonesia.
Hal itu dikatakan Cak Nun dalam penyelenggaraan 'Sinau Bareng Cak Nun' yang digelar di Stadion Gelora Arjuno, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji.
"Allah itu menciptakan Bumi, Bumi itu Tanah dan Aji adalah karakter
atau harga diri, jadi Bumiaji adalah tanah yang penuh kehormatan," ujar
Cak Nun kepada masyarakat.
Kemudian, Cak Nun juga menjelaskan, jika "aji" di kalangan akademisi
digunakan untuk "mengkaji", yang menurutnya mengkaji dengan menggunakan
akal.
Sedangkan dalam kalangan santri, "aji" digunakan untuk "menggali aji"
atau mengaji. "Praktiknya memang baca Al Quran, tapi hasilnya adalah Ajining Urip atau kehormatan hidup," tambahnya.
'Sinau Bareng Cak Nun' tersebut dalam rangka selamatan Desa Bumiaji bersama perayaan HUT ke 14 Kota Batu.
Dalam penyelenggaraan tersebut dihadiri Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, Ketua DPRD Kota Batu, Cahyo Edi Purnomo dan seluruh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah.
Turut hadir juga Komandan Angkatan Udara Abdurahman Saleh dan juga Komandan Aangkatan Laut.(*)(http://www.timesindonesia.co.id)