Selain sebagai bentuk kepatuhan pada titah Allah
Swt, ibadah kurban adalah merupakan bentuk solidaritas atas sesama yang
tercecer dari mobilitas sosial. Untuk mereka: Orang-orang fakir dan
orang miskin. Apalagi, di tengah kondisi perekonomian yang lesu di
Negara Indonesia, dengan nilai tukar rupiah yang anjlok di atas Rp.
14.000,- dan menyebabkan makin sulitnya kehidupan saudara-saudara kita,
adalah kewajiban bagi kita semua untuk membantu mereka.
اللهُ اَكْبَرْ
(3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا
هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ
وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ
وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْ وَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ
اْلمُعْتَرْ.. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ
اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ
عَرَفَةَ.اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ
غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ
صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا
عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ،
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita panjatkan puji syukur kita kehadirat Allah swt karena
pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia untuk melakukan shalat
iedul ‘Adha secara berjama’ah. Idul Adha ini adalah momentum indikator
ketakwaan kita pada Allah Swt sebagai bekal kita meraih kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat nanti. Semoga kita semua selalu berusaha menjadi
orang bertakwa dan termasuk golongan orang-orang yang bertakwa.
Amien ya rabbal alamien.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Baru saja kita rebahkan diri kita, bersimpuh di depan pintu kebesaran
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Baru saja kita
mengakhiri salat kita dengan menyebarkan salam sejahtera kepada semua
makhluk di sekitar kita. Sejak tadi malam sampai pagi ini, kita memenuhi
langit dengan suara takbir kita. “
Allahu akbar allahu akbar allahu akbar la ilahaillahu allahu akbar. Allahu akbar walillahil hamdu “.
Di belahan dunia lain, di Mekah al-Mukkaramah, di hari-hari ini,
jutaan umat Islam dari segenap penjuru dunia berdatangan dan berkumpul
di tanah suci melakukan ibadah haji. Gemuruh dan gema kaum muslimin dan
muslimat yang sedang menunaikan ibadah haji menyambut panggilan ilahi
dengan mengucapkan talbiyah.
Labbaikallahuma labbaik. Labbaika la syarika laa labbaik. Innal hamda wan nikmata la wal mulk la syarika laka.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Idul Ahda yang khas dengan ibadah kurban merupakan bentuk rasa syukur
kita pada Allah Swt. Demikian ini karena banyaknya Allah Swt. telah
melimpahkan anugerah pada kita semua. Kita telah diberi banyak hal oleh
Allah Swt. Anggota tubuh yang kita miliki: kepala, telinga, tangan,
kaki, hidung, dan lain-lain. Semuanya adalah nikmat yang tidak mungkin
terbeli. Jika dihitung berapa nominal harganya, pastilah tidak bisa
dinominalkan. Pastilah bermilyar-milyar. Demikian juga, udara yang kita
hirup, biji-bijian yang kita makan, udara yang kita hirup, kendaraan
yang kita tumpangi, semuanya disediakan oleh Allah Swt. yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang untuk manusia.
Wallahu khalaqa lakum ma fil ardli jami’a.
Allah Swt. telah menciptakan yang ada di dunia untuk kalian semua.
Semua kalo dihitung dengan nominal angka manusia, pasti tiada terhingga.
Tentang syukur ini, Allah Swt. Berfirman:
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ
فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ
جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ
كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan
yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur”.
(QS. al-Hajj : 36)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Hari Raya Idul Adha selalu saja menjadi rekontruksi sejarah masa
lampau. Sejarah kehidupan figur-figur agung para kekasih Allah Swt.
Yaitu figur Nabiullah Ibrahim AS. Figur anak hebat Nabi Ismail AS. Dan
figur ibu luar biasa, Siti Hajar. Prosesi yang mengharu biru sejarah
umat manusia adalah penyembelihan Nabiullah Ibrahim AS pada putra
tercintanya Nabi Ismail yang akhirnya diganti kambing oleh Allah Swt.
Selain sebagai bentuk kepatuhan pada titah Allah Swt, ibadah kurban
adalah merupakan bentuk solidaritas atas sesama yang tercecer dari
mobilitas sosial. Untuk mereka: Orang-orang fakir dan orang miskin.
Apalagi, di tengah kondisi perekonomian yang lesu di Negara Indonesia,
dengan nilai tukar rupiah yang anjlok di atas Rp. 14.000,- dan
menyebabkan makin sulitnya kehidupan saudara-saudara kita, adalah
kewajiban bagi kita semua untuk membantu mereka. Nabi Saw. Sangat
mengecam keras orang yang enggan berkurban, karena dalam Islam ibadah
kurban bukan hanya ritus persembahan untuk meningkatkan spritualitas
seseorang atau juga bukan tontonan kesalehan orang-orang kaya semata.
Namun, lebih dari itu, ibadah kurban adalah dalam rangka memperkuat
kepekaan sosial, menyantuni fakir miskin dan membuat gembira orang yang
sengsara. Qurban mencerminkan pesan Islam bahwa seseorang hanya dapat
taqarrub pada Allah Swt. bila ia sebelumnya telah dekat dengan saudara-saudaranya yang kekurangan.
Selain itu, ada beberapa hal yang dapat kita petik dalam
sirah dan kehidupan agung Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.
Pelajaran pertama adalah pertanyaan Allah Swt. pada Nabi Ibrahim,
faiana tadzhabun.
Ketika Nabi Ibrahim yang dikenal kara raya dengan seribu ekor domba,
tiga ratus ekor lembu, dan seratus ekor unta, beliau ditanya, “Hendak
kemana ia pergi”. Maka beliau menjawab, “
Inni dzahibun ila rabbi sayahdin”
(QS. At-Takwir: 26). Artinya: “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku
dan dia memberi petunjukan padaku”. Bagi Ibrahim, tujuan akhir hidup
manusia bukan kekayaan, bukan pangkat, bukan jabatan dan sebagainya,
tetapi tujuan hidup kita adalah Allah Swt.
Seperti dimaklumi sebagai
sunnatullah, manusia selalu
bergerak sesuai naluri bawaan, ingin memperluas wawasan dan pengalaman
hidupnya. Untuk memfasilitasi manusia ini, maka diciptakanlah berbagai
sarana kehidupan mulai dari sandal, sepatu, jalan, kendaraan hingga
peralatan yang lain agar manusia bisa hidup dengan nyaman. Manusia juga
membangun jembatan, menggunakan jalur lautan dan juga udara. Manusia
juga mengkapling-kapling lautan dan udara sedemikian rupa sehingga
mengurangi kemacetan di daratan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dalam perjalanan dan pengembaraan manusia secara fisik untuk
mengetahui luasnya dunia, pada akhirnya terhambat secara teknis.
Kemacetan tetap terjadi didaratan, lautan maupun udara. Oleh karena itu,
manusia menciptakan internet dan teknologi fotografi serta televisi. Di
masa sekarang, manusia hanya dengan duduk di komputer atau televisi,
mereka sudah dapat menjangkau dunia yang lebih luas dan warna-warni,
meskipun disajikan dalam bentuk potongan gambar, rekaman video atau
foto. Mereka menyebutnya sebagai sebuah keniscayaan di
era visual age.
Islam –seperti diperlihatkan Nabi Ibrahim—mentrandensikan jalan
menuju Tuhan sebagai jalan kebahagiaan dan jalan menuju akhirat. Islam
memberikan dimensi moral spritual agar aktivitas manusia memiliki tujuan
yang lebih bermakna, bukan hanya sekedar mobilitas fisik tanpa tujuan
yang bersifat ilahi. Pertanyaan Allah Swt. pada Nabi Ibrahim adalah
pertanyaan moral yang penuh makna: Hendak dibawa kemana harta kita?
Hendak dibawa mobil kita? Hendak dibawa kemana jabatan kita? Hendak
dibawa kemana pangkat kita? Hendak dibawa kemana ilmu kita? Hendak
dibawa kemana tubuh kita?
Di tengah hiruk pikuk manusia dengan berbagai aktivitasnya, maka
menjadi penting untuk menanyakan kembali pertanyaan Ibrahim AS. Karena
bisa jadi, yang primer bagi manusia secara faktual dewasa ini adalah
avoiding the pain, menghindari apapun yang menyakitkan. Lalu juga
looking for the pleasure,
mengejar apapun yang dirasakan menyenangkan. Sehingga yang muncul
hanyalah kehidupan materi duniawah belaka. Sebagaimana dikatakan oleh
Prof Komarudin Hidayat, bahwa salah satu dimensi dan misi manusia
sebagai
moral being adalah menegakkan nilai-nilai moral dalam kehidupannya di manapun berada.
Moral being
ini harus diwujudkan dalam ruang-ruang kantor, di kamar rumah, di
masjid, di restoran, di warung kopi dan sebagainya. Tujuan hidup kita,
lagi-lagi seperti teladan Nabi Ibrahim, adalah harus tertuju pada Allah
Swt. Tuhan semesta alam.
Inna shalati wa nusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin.
Sesungguhnya sholatku, matiku, hidupku adalah untuk Allah Swt. Setiap
sholat, kita sudah seringkali mengikrarkan dalam lisan kita.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pelajaran berharga lainnya yang kita bisa teladani dari Nabi Ibrahim AS adalah
bahwa tujuan tertinggi manusia adalah seperti doa Nabi Ibrahim.
Rabbi lab li minasshalihin.
Ya Allah berilah kami anak-anak yang soleh. Nabi Ibrahim meminta anak
yang soleh. Bukan anak yang pintar. Bukan anak yang kaya raya. Bukan
anak yang punya jabatan luar biasa. Bukan anak yang punya pangkat
setinggi langit. Karena apalah arti anak kaya, anak berpangkat dan
jabatan, anak yang pintar tapi mereka tidak soleh. Karena itu, kata
kuncinya adalah “anak soleh”.
Untuk mewujudkan anak yang soleh, tentu bukan hal yang mudah.
Pertama:
keluarga adalah hal utama dan pertama dalam mewujudkan anak soleh.
Jangan remehkan peran keluarga. Anak yang soleh dan solehah, pasti tidak
luput dalam pendidikan keluarga sejak dini seperti dilakukan Nabi
Ibrahim dan Siti Hajar. Keduanya berjibaku membentuk karakter Ismail
sedemikian rupa. Mereka mengajarkan pendidikan agama pada Ismail sejak
dini. Ini sama dengan sabda Nbi Saw dalam mendidik anak-anak muslim: “
Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahlu baitnya dan membaca al-Qur’an”. (HR. Tabrani).
Dan Nabi juga bersabda:
علموا اولادكم فانهم مخلوقون في زمان غير زمانكم
“
Didiklah anak-anakmu karena mereka hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kedua, memberi keteladanan (
uswah) pada
anak-anak kita. Bagaimanapun, keteladanan merupakan dakwah yang sangat
manjur dalam mengarahkan anak-anak kita. Dengan keteladanan yang
ditampakkan sehari-hari, maka yang demikian ini akan mempengaruhi
anak-anak kita. Keluarga yang mempertontonkan kejujuran dan kedermawanan
akan berpengaruh bagi anaknya. Sebaliknya, keluarga yang
mempertontonkan kedustaan dan kebakhilan juga akan anaknya meniru.
Karena itu, Abdullah Nasih Ulwan dalam “Kitab Tarbiyatul Aulad”,
mengutip penyair yang melontarkan kecaman bagi pengajar atau orang tua
yang tindak tanduknya bertentangan dengan ucapannya
يا ايها الرجل المعلم غيره
هلا لنفسك كان ذا التعليم
تصف الدواء لذي السقام و ذي الضني
كما يصح به و انت سقيم
ابدأ بنفسك فانهها عن غيها
فاذا انتهت هىه فأنت حكيم
فهناك يقبل م وعظت و يقتدي
بالعلم منك و ينفع التعليم
Wahai orang
Yang mengajar orang lain
Kenapa engkau tidak juga menyadri
Dirimu sendiri.
Engkau terangkan bermacam obat
Bagi segala penyakit
Agar semua yang sakit sembuh,
Sedang engkau sendiri ditimpa sakit.
Obatilah dirimu dahulu.
Lalu cegahlah agar tidak menular pada orang lain.
Dengan demikian,
Engkau adalah seorang yang bijak
Apa yang engkau nasehatkan
Akan mereka terima dan ikuti,
Ilmu yang engkau ajarkan
Akan bermanfaat bagi mereka.
Ketiga, kumpulkan anak-anak kita dengan teman-teman
yang baik atau teman yang soleh atau solehah. Teori habitus yang
disampaikan oleh Pierre Bordieu menunjukkan bahwa habitus, tempat dimana
kita berada, sangat berpengaruh pada manusia, pada anak-anak dan juga
pada adik-adik kita. Bordie menyebut habitus sebagai “struktur yang
terstruktur”. Habitus adalah “lingkungan dari kekuatan yang ada”. Alm.
KH. Abdul Muchith Muzadi, selalu memberi nasehat pada orang-orang:
“Lebih baik sekolah yang berakhalkul karimah meskipun tidak bermutu
daripada bermutu daripada tidak berakalakul karimah”. Untuk memilih
pendidikan yang Karena itu, carilah habitus yang baik-baik. Jangan
terjerumus pada habitus yang kurang baik sehingga menyebabkan kita masuk
dalam habitus tersebut.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikianlah khutbah yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
بسم
الله الرحمن الرحيم قد افلح من تزكي و ذكر اسم ربه فصلي بَارَكَ اللهُ لِي
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه
مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّه هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمد
لله أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها, أشهد أن لا
إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن
محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض
بدوها وقراها, بلدانها وهدنها.
اللهم
صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم وعلى أل
إبراهيم, وبارك على محمد وعلى أل محمد, كماباركت على إبراهيم وعلى أل
إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم
اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك
سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه
على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة
أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات
بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد
إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة
وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار.سبحانك رب العزة عما يصفون. و سلام علي
المرسلين. والحمد لله رب العالمين
عباد
الله ! إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء
والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم
.ولذكر الله أكبر
Dr. M.N. Harisudin, M. Fil. I Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember dan
Pasca Sarjana IAI Ibrahimy Situbondo, Katib Syuriyah PCNU Jember dan
Wakil Ketua
Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur. Khutbah disampaikan pada shalat Idul Adha 1436 H di Masjid Al-Hikmah Universitas Jember.(red.Ulil)
sumber :http://www.nu.or.id