Oleh Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj
Hadirin yang dirahmati Allah,
Islam menegaskan tentang pentingnya organisasi, jam’iyyah yang mampu menghadirkan kemaslahatan ummat. Menyatukan komitmen untuk menegakkan maslahat, merupakan tujuan dari ibadah sosial yang diserukan Islam.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Islam menegaskan tentang pentingnya organisasi, jam’iyyah yang mampu menghadirkan kemaslahatan ummat. Menyatukan komitmen untuk menegakkan maslahat, merupakan tujuan dari ibadah sosial yang diserukan Islam.
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
Tidak ada
kebaikan, pada kebanyakan pembicaraan-pembicaraan rahasia mereka,
kecuali untuk menyuruh manusia memberi sedekah, atau menghadirkan
kebaikan, atau mengupayakan perdamaian antara umat manusia (QS, An-Nisa: 114).
Islam menyerukan pentingnya menghadirkan
kemaslahatan umat sebagai wujud dari peran penting kaum muslim. Kita
menyelenggarakan diskusi, rapat, musyawarah maupun berorganisasi, tidak
ada baiknya di hadapan Allah, kecuali dengan tiga hal:
Pertama, أَمَرَ بِصَدَقَة. Islam menyerukan komitmen warga muslim untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan. Harakah islamiyyah (gerakan keislaman) perlu difokuskan untuk menghadirkan kesejahteraan. Kemiskinan akan mendorong umat menjadi lemah, dekat dengan kekufuran. Indonesia sebenarnya kaya raya, dikenal sebagai negeri zamrud khatulistiwa, yang di dalamnya terdapat pelbagai kekayaan alam; ragam fauna, tumbuhan, mutiara-mutiara hingga material tambang di perut bumi. Inilah yang harus dikelola sebagai kekayaan bangsa.
Pertama, أَمَرَ بِصَدَقَة. Islam menyerukan komitmen warga muslim untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan. Harakah islamiyyah (gerakan keislaman) perlu difokuskan untuk menghadirkan kesejahteraan. Kemiskinan akan mendorong umat menjadi lemah, dekat dengan kekufuran. Indonesia sebenarnya kaya raya, dikenal sebagai negeri zamrud khatulistiwa, yang di dalamnya terdapat pelbagai kekayaan alam; ragam fauna, tumbuhan, mutiara-mutiara hingga material tambang di perut bumi. Inilah yang harus dikelola sebagai kekayaan bangsa.
يقول الرسول صلى الله عليه وسلم الناس شركاء في ثلاث الماء والكلأ والنار
“Rasulullah bersabda, ada tiga sumber energi yang menjadi milik bersama, yakni air, api dan hutan.”
Tentu saja, sabda Rasulullah ini harus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menegakkan bangsa yang berdaulat. Kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan memerlukan komitmen kedaulatan energi. Sumber air yang melimpah, mutlak untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan minyak dan bahan tambang, harus menjadi sumber kedaulatan energi. Hutan-hutan yang luas, wajib dikelola untuk kemaslahatan bangsa ini. Dari kekayaan melimpah di negeri ini, ternyata masih banyak warga yang miskin. Tidak hanya miskin harta, namun juga miskin mental. Untuk itu, perlu ada dorongan sekaligus kebijakan untuk membuka lapangan kerja yang luas, yang memberi kesempatan bagi kader terbaik bangsa ini. Pembenahan mental mutlak dilakukan, agar kita mampu berkarya dan berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.
Rumusan dasar negara, dalam Pasal 33 UUD 1945 mengingatkan kita tentang betapa pentingnya energi sebagai modal untuk mensejahteraan rakyat. Intinya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dikejar, akan tetapi yang lebih penting adalah pemerataan kesejahteraan. Pada titik ini, kebijakan strategis pemerintah menjadi kuncinya.
Kalau prinsip kepemimpinan dan tujuan kesejahteraan rakyat tidak sejalan-beriringan, maka ancamannya adalah kerusakan di segala bidang, yang menimbulkan murka dari Sang Pencipta Jagad Raya, Allah Subhanahu wata’ala.
Tentu saja, sabda Rasulullah ini harus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menegakkan bangsa yang berdaulat. Kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan memerlukan komitmen kedaulatan energi. Sumber air yang melimpah, mutlak untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan minyak dan bahan tambang, harus menjadi sumber kedaulatan energi. Hutan-hutan yang luas, wajib dikelola untuk kemaslahatan bangsa ini. Dari kekayaan melimpah di negeri ini, ternyata masih banyak warga yang miskin. Tidak hanya miskin harta, namun juga miskin mental. Untuk itu, perlu ada dorongan sekaligus kebijakan untuk membuka lapangan kerja yang luas, yang memberi kesempatan bagi kader terbaik bangsa ini. Pembenahan mental mutlak dilakukan, agar kita mampu berkarya dan berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.
Rumusan dasar negara, dalam Pasal 33 UUD 1945 mengingatkan kita tentang betapa pentingnya energi sebagai modal untuk mensejahteraan rakyat. Intinya, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dikejar, akan tetapi yang lebih penting adalah pemerataan kesejahteraan. Pada titik ini, kebijakan strategis pemerintah menjadi kuncinya.
Kalau prinsip kepemimpinan dan tujuan kesejahteraan rakyat tidak sejalan-beriringan, maka ancamannya adalah kerusakan di segala bidang, yang menimbulkan murka dari Sang Pencipta Jagad Raya, Allah Subhanahu wata’ala.
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ
لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّبَلْ أَتَيْنَاهُم
بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُون
Kalau sekiranya kebenaran tunduk kepada
kehendak hawa ¬nafsu mereka, niscaya rusaklah semua langit dan bumi dan
segala apa yang ada di dalam¬nya. Bahkan Kami berikan ke¬pada mereka
itu al-Quran untuk kehormatan sebutan mereka, namun mereka tetap
berpaling dari kehormatan itu (QS: Al-Mu’minun: 71).
Hadirian sekalian, yang berlimpah Berkah
Kedua, أَوْ مَعْرُوف. Kebaikan-kebaikan yang menghadirkan harapan. Islam menegaskan tentang pentingnya pengetahuan untuk membangun peradaban. NU berkomitmen untuk terus mengabdi dalam mencerdaskan bangsa dan menyehatkan warga. Dalam hal ini, sudah berlangsung di pelbagai penjuru negeri, pendirian Universitas-Universitas Nahdlatul Ulama, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Rumah Sakit yang menjadi bukti kongkret kiprah NU.
Komitmen untuk menghadirkan kecerdasan, hanya dapat tercapai dengan jalan ketaqwaan. Revolusi mental bangsa hanya dapat digapai dengan moral dan keteladanan. Gerakan mencerdaskan otak, menyegarkan mental, dan menjernihkan hati, akan mendorong lahirnya individu yang shalih, sekaligus juga masyarakat yang shalih. Bangsa yang paling mulia di hadapan Allah, ialah bangsa yang bertaqwa.
Hadirian sekalian, yang berlimpah Berkah
Kedua, أَوْ مَعْرُوف. Kebaikan-kebaikan yang menghadirkan harapan. Islam menegaskan tentang pentingnya pengetahuan untuk membangun peradaban. NU berkomitmen untuk terus mengabdi dalam mencerdaskan bangsa dan menyehatkan warga. Dalam hal ini, sudah berlangsung di pelbagai penjuru negeri, pendirian Universitas-Universitas Nahdlatul Ulama, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Rumah Sakit yang menjadi bukti kongkret kiprah NU.
Komitmen untuk menghadirkan kecerdasan, hanya dapat tercapai dengan jalan ketaqwaan. Revolusi mental bangsa hanya dapat digapai dengan moral dan keteladanan. Gerakan mencerdaskan otak, menyegarkan mental, dan menjernihkan hati, akan mendorong lahirnya individu yang shalih, sekaligus juga masyarakat yang shalih. Bangsa yang paling mulia di hadapan Allah, ialah bangsa yang bertaqwa.
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“…. dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujurat: 13)
Ketaqwaan inilah yang menjadi inspirasi bagi kalbu dan penjernih pikiran. Gerakan intelektual dan strategi kedaulatan, haruslah diiringi dengan kejernihan hati, kecerdasan moral, dan keteguhan mental. Allah menjanjikan derajat yang tinggi, maqaaman mahmuuda, bagi orang-orang dan bangsa yang memiliki keunggulan pengetahuan.
Ketaqwaan inilah yang menjadi inspirasi bagi kalbu dan penjernih pikiran. Gerakan intelektual dan strategi kedaulatan, haruslah diiringi dengan kejernihan hati, kecerdasan moral, dan keteguhan mental. Allah menjanjikan derajat yang tinggi, maqaaman mahmuuda, bagi orang-orang dan bangsa yang memiliki keunggulan pengetahuan.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ
Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (QS: Al-Mujaadalah: 11)
Upaya mencerdaskan generasi bangsa, adalah tugas strategis yang menjadi darma bakti warga nahdliyyin. Sejarah panjang hadirnya pesantren di negeri ini, menjadi penanda betapa kiai terdahulu sudah berkiprah dalam membangun pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Islam tidak hanya memikirkan aspek teologi maupun ritual semata. Al-islamu dinul tsaqofah wal hadharah wal insaniyyah. Islam adalah agama yang membangun pengetahuan, peradaban dan kemanusiaan. Mencerdaskan bangsa, sekaligus menyehatkan fisik dan mentalnya, tubuh dan jiwanya, merupakan komitmen bersama yang digariskan NU, sebagaimana teladan dari para kiai pendiri organisasi ini.
Tentu saja, pemerintah tidak mungkin menangani semua aspek dalam kehidupan warga negeri ini. NU sebagai jama’ah (komunitas) sekaligus jam’iyyah (organisasi) berkomitmen untuk membantu mencerdaskan warga negeri ini, agar mampu meraih kesejahteraan. Komitmen kami, terbukti dalam bidang pendidikan serta ekonomi kerakyatan.
Ketiga, أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ. Menjadi jembatan islah, rekonsiliasi antar masyarakat. Islam mengajarkan tentang pentingnya maslahah ‘ammah, kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. NU telah membuktikan, dalam sejarah panjangnya, sebagai mediator dalam konflik-konflik kemanusiaan, maupun sengketa kebangsaan. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’arie, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Wahid Hasyim, dan beberapa kiai NU lainnya, selalu menjadi penengah dalam situasi konflik.
Kiai Hasyim Asy’arie menjadi pejuang sekaligus penengah di awal masa kemerdekaan bangsa ini. Beliau dengan ikhlas memberikan tongkat kepemimpinan negara kepada Soekarno, yang ia beri restu untuk mengawal NKRI. Kiai Wahab Chasbullah menjadi mediator dalam himpitan kolonial, untuk memperjuangkan kepentingan warga negara Indonesia. Kiai Wahid Hasyim, menjadi jembatan aspirasi antar kelompok, dalam masa awal kemerdekaan republik ini. Kiai-kiai lain juga berperan untuk tujuan yang sama, dalam ruang dan peran yang berbeda-beda. Tentu, dalam konteks sekarang, NU hadir sebagai mediator untuk menjaga kesatuan bangsa dan mengukuhkan NKRI, bahkan juga dalam sengketa agama dan kemanusiaan di dunia internasional.
NU tanpa pretensi politik praktis, selalu berperan menjadi perekat bangsa, mengawal utuhnya NKRI. Kiranya, jelas rumusan kebangsaan yang dapat menjadi referensi, sebagaimana termaktub dalam PBNU: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Untuk itu, NU sekali lagi menyerukan kepada pemerintah untuk berpegang kepada konstitusi, teguh pada dasar negara.
Upaya mencerdaskan generasi bangsa, adalah tugas strategis yang menjadi darma bakti warga nahdliyyin. Sejarah panjang hadirnya pesantren di negeri ini, menjadi penanda betapa kiai terdahulu sudah berkiprah dalam membangun pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Islam tidak hanya memikirkan aspek teologi maupun ritual semata. Al-islamu dinul tsaqofah wal hadharah wal insaniyyah. Islam adalah agama yang membangun pengetahuan, peradaban dan kemanusiaan. Mencerdaskan bangsa, sekaligus menyehatkan fisik dan mentalnya, tubuh dan jiwanya, merupakan komitmen bersama yang digariskan NU, sebagaimana teladan dari para kiai pendiri organisasi ini.
Tentu saja, pemerintah tidak mungkin menangani semua aspek dalam kehidupan warga negeri ini. NU sebagai jama’ah (komunitas) sekaligus jam’iyyah (organisasi) berkomitmen untuk membantu mencerdaskan warga negeri ini, agar mampu meraih kesejahteraan. Komitmen kami, terbukti dalam bidang pendidikan serta ekonomi kerakyatan.
Ketiga, أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ. Menjadi jembatan islah, rekonsiliasi antar masyarakat. Islam mengajarkan tentang pentingnya maslahah ‘ammah, kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. NU telah membuktikan, dalam sejarah panjangnya, sebagai mediator dalam konflik-konflik kemanusiaan, maupun sengketa kebangsaan. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’arie, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Wahid Hasyim, dan beberapa kiai NU lainnya, selalu menjadi penengah dalam situasi konflik.
Kiai Hasyim Asy’arie menjadi pejuang sekaligus penengah di awal masa kemerdekaan bangsa ini. Beliau dengan ikhlas memberikan tongkat kepemimpinan negara kepada Soekarno, yang ia beri restu untuk mengawal NKRI. Kiai Wahab Chasbullah menjadi mediator dalam himpitan kolonial, untuk memperjuangkan kepentingan warga negara Indonesia. Kiai Wahid Hasyim, menjadi jembatan aspirasi antar kelompok, dalam masa awal kemerdekaan republik ini. Kiai-kiai lain juga berperan untuk tujuan yang sama, dalam ruang dan peran yang berbeda-beda. Tentu, dalam konteks sekarang, NU hadir sebagai mediator untuk menjaga kesatuan bangsa dan mengukuhkan NKRI, bahkan juga dalam sengketa agama dan kemanusiaan di dunia internasional.
NU tanpa pretensi politik praktis, selalu berperan menjadi perekat bangsa, mengawal utuhnya NKRI. Kiranya, jelas rumusan kebangsaan yang dapat menjadi referensi, sebagaimana termaktub dalam PBNU: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Untuk itu, NU sekali lagi menyerukan kepada pemerintah untuk berpegang kepada konstitusi, teguh pada dasar negara.
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Kebijakan seorang pemimpin mestilah merujuk pada kemaslahatan bersama.”
Konsep kepemimpinan ini bermakna substansial, sesuai dengan kaidah fiqh as-siyasah, yang tercermin dalam kitab al-Asybah wa an-Nadhair.
Pemimpin mestilah berpegang pada prinsip untuk mensejahterakan
rakyatnya, menyebar optimisme dan menghadirkan teladan kebaikan.
Nahdlatul Ulama selalu berkomitmen untuk mengawal negara, agar tidak terpecah belah dalam kepentingan rasial, etnik maupun manuver-manuver politik kelompok tertentu. Dalam sejarah Nahdlatul Ulama menjelang Satu Abad ini, organisasi ini bergerak dalam bidang-bidang strategis yang menghadirkan kemaslahatan untuk umat.
Jakarta, 5 September 2015
Nahdlatul Ulama selalu berkomitmen untuk mengawal negara, agar tidak terpecah belah dalam kepentingan rasial, etnik maupun manuver-manuver politik kelompok tertentu. Dalam sejarah Nahdlatul Ulama menjelang Satu Abad ini, organisasi ini bergerak dalam bidang-bidang strategis yang menghadirkan kemaslahatan untuk umat.
Jakarta, 5 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar